lihat label kepribadian

Label

Selasa, 11 Mei 2010

Mama dan HP

Seorang mama berumur 59 tahun, minggu lalu minta diajarin ketik sms agar bisa mengirim pesan singkat ke putra tunggalnya yang tinggal jauh di luar pulau.

Si anak ini sudah menikah, dan memiliki dua orang putra-putri yang sudah beranjak remaja. Sekitar Sept-Oktober 2009, atas prestasi kerjanya yang baik mereka sekeluarga dipindahtugaskan ke pulau lain dengan jabatan yang jauh lebih baik. Dengan alasan masih percobaan kerja, si mama diminta untuk tetap tinggal di kota asal dan akan dijemput pada awal tahun 2010. Sampai saat ini, akhir april 2010, belum ada tanda-tanda akan dijemput, mamanya dengan resah menunggu kabar, jika ditelepon jarang angkat, kalaupun diangkat hanya untuk menjelaskan ia sedang rapat, sedang di jalan menyetir, sedang dengan bos.

Mama ini berpikir untuk mengirim pesan singkat ke anaknya, dengan harapan saat senggang anak akan membalas pesannya. Minta tolong ke orang untuk mengetik apa yang hendak ia sampaikan, tak ada balasan. Akhirnya, merasa tak enak meminta tolong terus menerus, ia memutuskan belajar sendiri. Berikut adalah sms dari si mama, yang ia konfirmasikan berulang kali untuk menanyakan apakah pesannya sudah terkirim, apakah sudah diterima....

Tidak di-edit (**** adalah nama si anak, - edward dan maria adalah nama rekaan cucu):

"**** apa kabar kalian baikbaik mama riduh sama kalian edward maria **** kapan mau jemput mawa kalau sudah tema tolong balas mama lagi ungu sekarang ** mama bisa sms sendiri sudaya" (dikirim 26 April 2010)

" **** kamu baik bukan mama riduh kalian mama telepon telpon tgdak diankak sms tidak dibalas uang dak dikirim *** sapai kapan baru jumpuk mama mama sudah riduh kalian **** tolong balas sms mama" (dikirim 25 April 2010)

Yang dibaca:

"Nak, apa kabar kalian? baik-baik? Mama rindu kalian Edward dan Maria. Kapan mau jemput mama? Kalau sudah terima tolong balas, mama lagi tunggu sekarang. Nak, mama bisa sms sendiri. Sudah ya."

"Nak, kamu baik bukan? Mama rindu kalian. Mama telepon telepon tidak diangkat, sms tidak dibalas, uang tidak dikirim. Nak, sampai kapan baru jemput mama. Mama sudah rindu kalian. Nak, tolong balas sms mama."

Satu sms dibutuhkan waktu 1,5 jam untuk mengetiknya, mata yang rabun, kendala memahami produk tehnologi, tangan yang gemetar.
Kami sungguh tidak tahan, sudah pernah lewat surat, telepon, sms kami minta si anak untuk tetap 'keep in touch' dengan mamanya, tapi tak ada hasil.

Entah apa salah ibunda menyayangi anak.

Mungkin dan pasti kita pernah merasa kesal dengan mama kita sendiri, terlalu cerewet, banyak mengatur, hingga sudah menikah pun masih diatur. Tetapi jika dikaji lebih dalam, apakah itu salah? Produk budaya kita di Asia memang seperti itu bukan? Lingkungan, tradisi dan keluarga. Dengan pendidikan yang kita miliki saat ini, tentu kita yang harus bisa 'memahami' pola pikir orang tua kita yang kuno. Cara penyampaian, komunikasi dan kasih sayang pasti bisa mengubah seseorang jika memang salah menurut kita, apalagi ibu kita sendiri.
Apakah harus dikucilkan sedemikian? Apakah jika kita sedang mengalami kesulitan, baik finansial maupun lainnya, kita boleh menelantarkan ibu kita sendiri? Bukankah seharusnya di masa-masa sulit, justru bakti dibutuhkan?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masukkan tanggapan kamu tentang artikel ini