lihat label kepribadian

Label

Kamis, 06 Mei 2010

Telingaku milik mama

Suatu hari ada seorang mama yang sedang menunggu kelahiran anak pertamanya. Mama sedang menjalani proses kelahiran anak pertamanya itu, mama sangat senang sekali menjalani proses kelahiran anaknya itu. Papa pun menunggu kelangsungan proses persalinan dengan ketidak sabaran dan sangat tegang serta senang sekali. Papa ingin segera melihat buah hati tercintanya. 
 
Akhirnya selesailaih proses persalinan itu, lalu dibersihkanlah bayi itu.. Mama sudah tidak sabar melihat buah hati tercintanya itu.. Lalu selesailah bayinya dibersihkan, dan dokter kembali ke tempat mama menunggu. Mama bingung melihat dokter tidak bersama bayinya, lalu mama bertanya pada dokter
“Dok, mana bayi saya? Saya ingin melihatnya dok. Saya ingin bertemu dengannya, menggendongnya dan menciumnya. Berikan anak saya dok..

Dokter itu hanya diam saja dan bertatapan dengan papa. Lalu mama berkata pada papa “Pa, mana bayi kita? Aku ingin sekali melihatnya pa..”
Papa hanya diam saja dan bertatapan kembali pada dokter. Mama menjadi bingung, lalu berkata lagi “Pa, ada apa? Mana bayiku? Aku ingin melihatnya! Kenapa kalian tidak member padaku? Ada apa sebenarnya?”
Lalu sang dokter menarik nafas dan berkata “Ya sudahlah pak, berikan saja bayi itu pada ibunya…”
“Tapi dok..?!” papa memotong pembicaraan dokter.

“Sudahlah pak, berikan saja, cepat atau lambat, pasti akan tahu juga..”
Lalu dokter menyuruh perawat untuk memberikannya pada mama. Mama sangat senang sekali menerimanya, mama memeluknya, menggendongnya dengan kasih sayang.. Saat ingin mencium pipi bayinya tercinta, mama syok dan berteriak, lalu berkata
“Pa.. Kenapa dengan anak kita? Kenapa? Kenapa begini? Aku tidak menyesal melahirkan bayi ini, aku senang. Tapi aku takut pa, aku takut kalau nantinya dia akan dihina dan dihindari oleh teman-temannya.. Aku takut dia menjadi sedih. Aku tidak tega, pa, aku gak mau melihatnya sedih.. aku gak mau..”

Ternyata anak ini memiliki kecacatan, yaitu ia tidak memiliki daun telinga pada salah satu telinganya, sisi yang lain ada. Ia punya lubang telinga dan dapat mendengar, tetapi ia tidak memiliki daun telinganya.
“Tenang ma.. Tenang.. Kita akan membuatnya menjadi anak yang baik, sopan dan disenangi oleh semua orang, sehingga tidak akan ada yang mencelanya.”
“Baik pa, kita akan membuatnya menjadi anak yang disenangi oleh semua orang”

Dan… Ternyata, benarlah kata mama dan papa.. Anak itu bertumbuh menjadi anak yang baik, sopan, dan disenangi oleh semua orang. Tidak ada satupun teman atau orang lain yang mengejeknya karena kecacatan yang dialaminya..
Tetapi pada suatu hari anak ini pulang dengan wajah lesu. Mama pun menjadi heran, lalu bertanyalah mama pada anaknya
“Nak, kamu kenapa? Kok kamu muram begini? Cerita pada mama, nak..”

“Tadi di sekolah ada salah satu temanku yang mengejek aku. Ia bilang kalau aku anak cacat.”
“Tidak perlu sedih, nak. Abaikan saja kata temanmu itu. Memangnya kamu berbuat nakal ya pada temanmu, sehingga temanmu mengejek kamu?”
“Tidak ma, tadi aku malah dipuji oleh guru.. Sejak itu, temanku ini jadi meledek aku, aku rasa dia iri dan tidak suka kalau aku dipuji oleh guru”
“Ya sudahlah nak, abaikan saja dia..”

Dan setelah berhari-hari ia diejek terus oleh teman-temannya. Dan rupanya yang megejek dia bertambah, tidak hanya seorang, tetapi hampir satu kelas mengejeknya. Tiap hari ia menjadi anak yang pemurung, dan tidak semangat sekolah. Papa dan mama menjadi sedih melihat anaknya murung terus. Dan pada suatu hari papa mendatangi anaknya dan berkata
“Nak, papa ada kabar bagus buat kamu”
“oh ya? Kabar apa pa?”
“papa memasang iklan buat kamu, kalo ada orang yang lagi kepepet perekonomiannya, kami akan akan membeli daun telinganya dan akan membeli dengan harga yang tinggi.”
“wah pa.. papa baik sekali. Tapi apakah ada yang mau menjual telinganya?”
“ya.. mudah-mudahan saja ada ya nak..”
“iya pa”
“kalau begitu, banyak-banyaklah berdoa. Dan mulai besok, papa akan bekerja lebih giat lagi untuk mendapatkan uang yang banyak buat kamu”
“makasih ya pa…”

Tetapi hari-hari pun berlalu, dan tidak ada satu orang pun yang akan menjual telinganya. Papa dan mama sudah mulai pesimis dan kecewa. Anaknya pun menjadi semakin sedih..
Tapi, pada suatu hari papa menemui anaknya dan berkata
“Nak, papa punya kabar gembira”
“kabar gembira apa pa?”
“ada yang mau donor daun telinga buat kamu, dan operasinya akan dilakukan minggu depan, orang yang mendonor ini juga tidak mengharapkan imbalan apapun, ia ikhlas mendonorkannya buat kamu”
“wah! Baik sekali orang itu pa!”
“iya! Baik sekali kan orang itu. Tetapi dia punya syarat.”
“apa pa syaratnya? Aku pasti akan mematuhi dan melaksanakannya”
“kamu yakin? Janji?”
“yakin pa! aku janji!”
“syaratnya kamu tetap harus menjadi anak yang baik dan disenangi oleh semua orang, dan haru taat pada orang tua. Begitu katanya.”
“Baik pa, aku akan melaksanakannya”

Lalu seminggupun berlalu dan saatnya anak ini dioperasi. Operasi berjalan dengan lancar dan daun telinga itu terpasang sangat pas dan cocok sekali di tempat anak ini. Sangat kuat dan sangat pas. Hari-hari pun berlalu, anak ini menjadi sangat senang dan tidak minder lagi, Teman-temannnya pun juga tidak ada yang meledek lagi. Anak ini sudah ceria kembali seperti dulu. Mama dan papa senang melihatnya. Dan pada suatu hari papa berkata
“Nak, kamu janji ya akan selalu berbuat baik? Lihat telinga itu, sangat cocok sekali kan?”
“iya pa, aku janji. Iya pa! cocok sekali kan! Dan kuat! Aku sangat berterima kasih sekali pada orang itu. Baik sekali ya dia pa?”
“iya nak, baik sekali kan.. dia juga berpesan, supaya kamu tidak perlu berterima kasih padanya, tetapi berterima kasihlah pada Tuhan”
“iya pa,, aku akan berterima kasih pada Tuhan dan akan selalu berdoa untuknya. Baik sekali orang itu…” Kata anak ini dengan sangat gembira.

Bulan-bulanpun telah terlewati, ternyata anak ini tidak setia pada janjinya. Ia tumbuh menjadi anak yang nakal, suka melwan guru dan orang tuanya. Ia juga suka bolos sekolah dan tidak mengerjakan tugas, nilai-nilainya pun menjadi turun, ia menjadi anak yang sombong, dan tidak peduli lagi pada kehidupan sekitarnya. 
 
Guru-guru sudah mulai kewalahan menangani anak ini dan sudah tidak sanggup lagi, berkali-kali sudah dihukum dan dinasehati, tapi tetap saja anak ini tidak berubah. Akhirnya guru-guru lepas tangan dan memberikannya pada orang tua supaya orang tua saja yang menanganinya, guru-guru sudah tak sanggup.
Suatu hari mama mendekati anaknya dan berkata “nak.. kenapa kamu berubah? Kenapa kamu menjadi anak yang nakal? Suka membolos dan melawan orang tua!”
“Memangnya kenapa? Aku rasa jalan yang aku ambil ini sudah benar tuh! Tidak ada yang salah dalam diriku!”
“Kamu lupa akan janji kamu setelah menerima telinga itu?”
“Oh.. jadi ini masalahnya?! Kalau orang itu tidak senang memberikannya padaku, ambil saja! Nih! Nih! Ambil saja kembali telinga ini! Aku tidak butuh! Ambil saja!” Lalu ia pergi ke kamar dan membanting pintu. Mama yang mendengar hal itu menjadi sangat sedih..

Lalu mama menjadi sakit-sakitan. Bulan-bulan sudah dilewati dan berlalu.. Anak ini tetap tidak berubah. Penyakit mama kian hari, semakin parah. Dan sampailah pada puncaknya.. Akhirnya mama meninggal…

Pada saat pemakaman…
“Pak, silahkan bapak serta anaknya mengucapkan salam perpisahan dulu, sebelum kami menutup peti dan menguburkannya” kata bapak yang bertugas memakamkan.
“Iya pak, makasih.. Nak, ayo ucapkan salam perpisahan pada mama..”
Anaki ini hanya diam saja memandangi peti mama.. Lalu papa maju ke depan menghampiri peti itu.. Untuk terakhir kalinya papa menggenggam tangan mama dan berkata

“Ma, terima kasih ya karena mama sudah mau menemani papa selama ini, membesarkan anak bersama-sama dan membuat anak kita menjadi bahagia. Maafkan papa ya ma, kalau papa punya salah. Mama yang tenang ya di sana, papa janji akan membesarkan anak kita dengan baik sehingga anak kita menjadi anak yang sopan, baik dan disenangi oleh semua orang. Selamat jalan ma. Berbahagialah di sana” Lalu papa kembali mundur menghampiri anaknya dan berkata
“nak, ayo segera ucapkan salam pada mama” Anak ini tetap hanya diam saja dan menatapi peti itu, setitik air matapun tak jatuh dari matanya.

“Pak! Cepatlah! Sudah mau hujan, kami harus segera menguburkannya”
“Nak, ayo cepat, sudah mau dikubur”
Anak ini tetap diam saja. Dan lalu papa kembali menghampiri mama dan mengelus rambut mama. Pada saat papa mengelus rambut mama anak ini berteriak
“MMMAAAAAMMMMMAAAAA!!!!!” Anak ini berteriak dengan sangat kencang dan ia nangis sekencang-kencangnya. Ternyata pada saat papa mengelus rambut mama, anak ini melihat, bahwa telinga mama tidak ada.

“Nak, telinga itu adalah telinga mamamu sendiri.. mama memberikan pada kamu karena mama tidak tega melihat kamu sedih. Kamu ingat, pada saat operasi mama pergi ke luar kota? Sebenarnya tidak nak, mama tidak pergi ke luar kota. Mama berada di ruang operasi sebelah kamu, di sana, sangat dekat sekali denganmu, ia ada di sana untuk menyumbangkan telinganya karena tak tega melihatmua muram terus.” Akhirnya papa menjelaskannya kepada anaknya.

Anak ini hanya dapat menangis, dan menangis, menyesal dan menyesal. Ia menangis terus.. Ia sangat menyesali perbuatannya selama ini. Ia sangat…… menyesal. Penyesalan memang selalu datang terakhir. Maka hendaklah kita selalu berbuat baik dan tepati janji yang telah kita ucapkan. Hormatilah ibu bapakmu! Janganlah melawan mereka!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masukkan tanggapan kamu tentang artikel ini